Senin, 05 Agustus 2013

Proyek Restorasi Sharp Ace Bagian 2: Bluing (Bronir). Cold atau Hot Bluing?

Memiliki senapan tua legendaris seperti Sharp Ace A 46xxxx adalah pintu satu arah terhadap hobi yang cukup mengurus waktu dan isi kantong. Pada awalnya saya cukup senang memiliki senapan bagus dengan separuh harga senapan baru. Niat awal sih hanya ingin memiliki senapan kompetitif untuk tembak target kertas melawan Sharp Tiger gress seorang sahabat. Tapi akhirnya senapan ini menjadi wahana terjun bebas ke dunia ulik senapan angin. Setiap hari ada saja masalah yang saya temui pada senapan ini. Saya yang tidak punya pengalaman apapun di dunia persenginan harus memaksakan diri "kuliah" pada Universitas Google. Pada postingan kali ini saya berusaha sharing pengalaman saya dalam restorasi finishing senapan saya.
Senapan Sharp Ace A 46xxxx menurut sebuah forum sudah tidak diproduksi lagi. Lihat "Sejarah Senapan Angin Sharp". Terima kasih untuk kontributor forum. Apapun artinya itu, diperkirakan sudah lewat dua dekade yang lalu diproduksi dan digunakan.Wajar bila kondisinya sudah mulai berkarat terutama pada bagian yang kontak langsung dengan kulit. Senapan saya didapati berkarat pada bagian tengah laras dan unit tabung, trigger guard, dan grendel.
Setelah transaksi dan dibawa pulang, saking semangatnya, senapan saya bersihkan dengan kain lap sampai minyaknya hilang dan karatnya halus. Dasar naif, yang awalnya sedap dipandang tapi 2-3 hari kemudian karat bertambah dengan kecepatan yang mengagumkan. Akhirnya saya mengadu pada Profesor Wikipedia dan Profesor Youtube di Universitas Google.

Baja alloy Chrom-Nickel seperti ASA 4140 atau 4340 adalah pilihan logam yang populer pada senapan kualitas tinggi. Sangat kuat terhadap tekanan, regangan, gesekan dan keausan tetapi masih cukup mudah untuk dibor atau dipotong untuk pembentukan komponen senapan. Kelemahan baja  jenis ini terletak pada ketahanannya pada oksidasi alias mudah berkarat. Karat biasa dimulai dari permukaan yang terekspos udara. Untuk menyiasatinya maka diperlukan pelapisan permukaan dengan senyawa yang dapat menghambat proses oksidasi. Dalam hal ini proses bluing (bronir) dan pemberian minyak dapat menghambat pembentukan karat. Sebenarnya ada beberapa metode untuk pelapisan anti karat pada logam seperti misalnya pelapisan chrome. Namun warna hitam kebiruan pada proses bluing memberi kelebihan lain yaitu selain mempercantik penampilan tapi juga mencegah refleksi cahaya berlebihan yang akan menyingkapkan keberadaan si pemburu atau penembak. Itulah mengapa finishing senjata api klasik menggunakan bronir.
Kembali ke topik awal. Saya berencana membronir ulang bagian-bagian logam Sharp Ace untuk mengatasi permasalahan karat. Banyak membaca sebelum bertindak, membuat saya tertarik untuk melakukan proses cold bluing. Pertimbangannya adalah; cold bluing dapat dilakukan di rumah sehingga kita dapat mengontrol prosesnya. Tahu sendiri kebanyakan gunsmith lokal itu kejar setoran dan tidak menaruh perhatian pada detail. Setelah riset dan berburu barang, akhirnya saya mendapati cairan bluing keluaran Birchwood Casey berlabel Perma Blue.
Sebelum diterapkan pada Sharp Ace, saya hapalkan dan praktekan ritual penerapannya pada senapan pertama saya, yaitu Bramasta Antariksa produksi Kediri. Hasilnya sukses. Sukses merusak! Karena pada proses pengikisan bronir lama, ternyata saya cukup dalam mengupas lapisan chrome. Akibatnya permukaan kuningan tabung terpapar dan tidak dapat bereaksi dengan cairan bluing. Namun secara umum, pada lapisan chrome yang utuh terjadi penghitaman yang cukup tebal dan kuat. Sebenarnya saya kurang puas juga karena warna yang dihasilkannya cenderung kecoklatan daripada kebiruan. Tapi karena saya cukup tertekan dengan kecepatan pembentukan karat pada Sharp Ace dan karena saya sudah keluar cukup banyak uang untuk menebus Perma Blue, akhirnya saya eksekusi juga.

Gambar 1. Birchwood Casey Perma Blue Liquid Gun Blue
Untuk proyek kali ini saya hanya mengerjakan cold bluing pada bagian yang terpapar karat cukup parah yaitu pada trigger guard, laras dan unit tabung. Menurut referensi, saat kita melakukan cold bluing, kuncinya berada pada proses persiapan logam sebelum dioles cairan bronir. Prosesnya kurang lebih seperti ini:
  1. Kikis lapisan bronir lama. Bisa menggunakan compound ber-grit kasar seperti Kit Metal Polish Cream  atau cairan abrasive seperti Brasso. Ada juga yang menggunakan perendaman dalam cairan cuka makan dengan pengenceran minimal 10%. Pada kasus saya, karena permukaan berkarat cukup dalam, saya menggunakan kertas amplas. Saya mulai dengan kertas berukuran grit 220 dengan gerakan maju mundur. Untuk trigger unit karena kesulitan untuk mengamplas bagian-bagian yang bersudut, saya menggunakan cairan cuka meja 25% yang diencerkan dengan perbandingan 1:1 menggunakan air mineral (bagusnya air suling/destilasi/air pengencer aki). Perendaman dilakukan sekitar 30 menit lalu cuci dengan banyak air untuk menghilangkan kelebihan asam.
  2. Haluskan permukaan dengan mengamplas menggunakan gerakan memutar. Teknisnya dengan menjepit bagian senapan yang  akan dihaluskan dengan tanggem; kertas amplas yang dipotong memanjang dan diberi minyak Singer dibalutkan sehingga meliputi 180 derajat permukaan; lalu kedua  ujung .kertas dipenggang dengan tangan tegak lurus terhadap sumbu tabung yang akan dihaluskan; dan dilakukan gerakan tarik ulur bergantian antar kedua tangan. Sisi laras atau yang tabung yang diamplas sebaiknya minimal 4 sisi dengan cara diputar sebanyak 90 derajat supaya hasilnya halus merata. Saya mulai dengan ukuran grit 480, dilanjutkan dengan 1500 lalu diakhiri dengan compound Kit Metal Polish Cream (tidak tahu ukuran grit-nya).
  3. Bersihkan permukaan yang sudah dihaluskan dengan mencuci menggunakan cairan sabun. Saya menggunakan cairan sabun Sunlight lalu digosok pakai busa cuci piring yang baru. Bilas hingga bersih dan cepat keringkan.
  4. Bersihkan lagi permukaan yang akan di-bronir dengan degreaser. Mulai pada tahap ini kita harus menggunakan sarung tangan karet karena tangan kita secara alamiah menghasilkan minyak yang akan membuat cairan bluing sulit bersenyawa dengan logam. Agen yang saya gunakan adalah cairan Isopropil Alkohol (IPA) yang saya beli di Bratachem. Klaim penjualnya kemurnian turunan alkohol ini sekitar 99%. Kemurnian ini penting karena apabila kadar alkohol di bawah 90%, maka pelarutnya yang adalah air akan lama menguap sehingga permukaan logam cenderung menjadi basah dan minyak sulit untuk dilepaskan dengan kain pembersih. Saya oleskan dengan bola kapas minimal 3 kali atau sampai kapas tidak menyerap kotoran lagi (tetap putih).
  5. Hangatkan permukaan logam. Menurut referensi, permukaan yang hangat akan mempermudah reaksi penghitaman saat kontak dengan cairan bronir. Lagipula pemuaian logam akan membuka pori-pori logam sehingga permukaan logam yang kontak dengan cairan lebih luas. Saya hangatkan logam yang akan saya bronir dengan hair dryer istri kira-kira sampai terlalu panas untuk disentuh oleh tangan yang terbungkus sarung tangan karet (sekitar 70 derajat mungkin). Lama juga karena hair dryer istri watt-nya kecil.
  6. Oleskan cairan bronir. Gunakan bola kapas untuk mengambil cairan bronir dari botol dan peras kembali ke dalam botol sampai lembap saja. Tidak perlu basah kuyup karena cairan yang bereaksi hanya setipis yang kontak dengan permukaan logam saja. Oleskan dengan gerakan mantap searah untuk satu bidang yang akan dioleskan supaya warnanya seragam. 
    Gambar 2. Perbedaan Warna yang Tampak Setelah Pemberian Cairan Bronir.
  7. Diamkan. Reaksi akan segera terjadi dan akan terlihat menghitam dalam waktu kurang dari 1 menit. Diamkan sekitar 2 menit lalu bilas dengan air ledeng dingin dan gosok kembali dengan busa pencuci piring. Jangan digosok terlalu kuat, namun hanya cukup untuk melepaskan bronir yang terlalu tebal. Disarankan menggunakan steel wool ukuran 0000. Namun karena di Indonesia sangat sulit mendapatkannya (sudah dicoba cari), ada juga yang menggantinya dengan serat filter akuarium (nylon wool). Pada prinsipnya sama saja yaitu pembentukan lapisan yang tebalnya homogen.
  8. Keringkan kembali dan lakukan proses degreasing ulang. Pada akhir proses ini saya merasa kaget karena tipis sekali warna yang dihasilkan. Tapi karena sudah diperingati berkali-kali di berbagai forum luar, saya tidak terlalu tertekan. 
  9. Lakukan pengolesan ulang cairan bronir. Cold bluing memerlukan pelapisan berulang-ulang untuk mendapatkan ketebalan warna yang diinginkan. Total minimal saya lakukan 8x siklus sampai kemudian warna tidak berubah lagi setelah dilakukan pembilasan dan penggosokan. Perlu diingat jangan memasukkan kembali kapas bekas mengoles ke dalam botol larutan. Cara ini akan memasukkan partikel logam ke dalam botol cairan dan menyebabkan reaksi terjadi di dalam botol. Selalu gunakan kapas baru antar siklus.
  10. Poles permukaan yang telah terbronir dengan minyak lalu diamkan semalaman. Prinsipnya adalah untuk mematangkan permukaan yang dibronir. Minyak akan melindungi logam dari oksidasi dengan udara bebas yang akan menghasilkan karat merah (Fe2O3), sementara proses oksidasi selektif (pembentukan Fe3O4) sedang terjadi di permukaan logam yang telah diisolasi dengan minyak. Saya menggunakan minyak Singer untuk polesan terakhir ini.
Gambar 3. Laras dan Unit Tabung Setelah Dibronir dengan Cold Bluing. Didiamkan Semalaman untuk Proses Curing.

Saya lakukan proses di atas dalam 3 hari. Satu hari untuk masing-masing bagian yang saya kerjakan. Hari pertama saya mengerjakan trigger guard, esoknya unit tabung, dan akhirnya laras. Maksudnya kalau ada kegagalan tidak langsung gagal total. Jadi saya mulai dari bagian yang terkecil lalu menuju bagian yang paling sakral.
Untuk trigger unit bisa dikatakan saya cukup puas. Warna yang dihasilkan terlihat solid dan kuat. Jadi saya berani melanjutkan ke bagian yang lain. Namun ternyata hasil yang didapatkan pada unit tabung dan laras tidak menggembirakan. Warna yang dihasilkan cenderung doff kecoklatan. Dan begitu lapisan minyak saya bersihkan untuk pemolesan, banyak partikel kristal bronir yang terangkat di kain meninggalkan lapisan bronir yang tipis. Saya jadi panik dan mencoba cari solusi lain.
Gambar 4. Hasil Cold Bluing dengan Perma Blue. Tampak Hasil Tipis, Tidak Merata dan Warna Terlihat Kecoklatan.
Mengantisipasi kegagalan bronir atau kurangnya cairan bronir (karena kemasan Perma Blue cukup kecil, 90 ml). Saya telah membeli cairan yang saya kira prinsipnya sama seperti membronir. Sebotol cairan pasta keluaran Primo berlabel Rust Stopper ini saya beli pada salah satu toko bahan bangunan besar saat saya sedang mencari amplas. Setelah saya baca petunjuknya dan saya terapkan pada paku besi, ternyata hasilnya kurang lebih sama. Bahkan pada bagian paku yang berkarat tingkat kehitamannya lebih baik daripada Perma Blue. Akhirnya dengan tingkat kepanikan yang tinggi saya langsung terapkan pada laras saya yang berharga ini.
Gambar 5. Primo Rust Stopper. Formula Bagus tapi Tidak Bisa Digunakan untuk Senapan Angin. Setidaknya Menurut Pengalaman Saya.
Aplikasi Rust Stopper cukup mudah. Tidak ada ritual rumit dan super ketat seperti pada aplikasi Perma Blue. Setelah saya amplas dan haluskan lagi permukaan laras, lalu saya cuci dan lakukan proses degreasing, maka cairan pasta Rust Stopper tinggal dioleskan dengan gerakan yang sama seperti aplikasi Perma Blue. Bedanya di sini tidak ada aplikasi ulang dan warna langsung tebal. Untuk aplikasi saya gunakan busa cuci piring yang baru karena jika menggunakan kapas, maka serat kapas akan menempel di permukaan logam. Cairan berbentuk pasta ini lumayan kental dan lengket.
Hasilnya...? Hancur banget! Rupanya formula Rust Stopper ini manjur untuk mengubah permukaan yang sudah berkarat menjadi senyawa yang inert (mungkin Fe3O4). Sedangkan untuk permukaan yang masih belum berkarat, pasta ini akan menjadi seperti cat. Bukannya bersenyawa dengan logam, namun lebih seperti membentuk lapisan film tipis yang akan menghalangi udara bersenyawa dengan logam. Prinsipnya sih sama, yaitu pembentukan barrier. Tapi lapisan film yang terbentuk mudah terkelupas. Cuma dengan korekan kuku. Apalagi teknik aplikasinya hanya seperti mengecat dengan kuas, hasilnya ketebalan lapisan tidak homogen. Dan jika dicoba untuk diamplas lagi, lengket sekali dan tidak bisa dilarutkan dengan asam cuka. Akhirnya saya harus buang waktu seharian lagi untuk membersihkan permukaan laras yang sudah terkena Rust Stopper.
Dua kegagalan, uang yang terbuang, dan laras yang masih telanjang membuat saya harus memikirkan strategi lain yang lebih ampuh. Ada beberapa alternatif yang sempat terpikirkan oleh saya untuk menghasilkan finishing hitam. Misalnya:
1. Bertahan dengan Rust Stopper, namun teknik aplikasi-nya lebih baik. Logikanya karena Rust Stopper bekerja sangat baik pada permukaan yang sudah berkarat, maka sekalian saja saya buat laras saya berkarat tetapi terkontrol dengan pemberian cairan oksidator misalnya H2O2, permbersih porselin seperti Porstex (HCl aktif), atau cuka konsentrasi tinggi.
2. Rust Stopper diaplikasikan dengan spray gun supaya hasil lebih homogen, tanpa perlu melakukan pengkaratan terkontrol.
3. Dicat hitam saja sekalian dengan cat acrylic.
4. Lakukan hot bluing.
Kembali ke Google saya mendapatkan ternyata proses hot bluing tidak sesulit yang dibayangkan.
Ada yang telah berhasil melakukan hot bluing dengan peralatan yang sederhana dan bahan yang mudah didapatkan.
Prinsipnya adalah pembentukan kristal garam nitrat yang berfungsi sebagai barrier terhadap oksidasi permukaan. Bahan yang diperlukan juga relatif mudah dan murah. Teknisnya adalah merendam logam yang sudah disiapkan (baca ditelanjangi) ke dalam larutan NaOH (soda api) dan NaNO3 (soda nitrat, biasa untuk pupuk tanaman) dengan perbandingan 2:1, lalu dipanaskan dalam wadah stainles sampai mendidih (135 derajat, ini di atas titik didih air biasa). Masalahnya adalah mendapatkan wadah stainles sepanjang 70 cm untuk laras dan reciever itu tidak mudah. Sudah coba seputaran komplek rumah, tapi saya sulit mencari tukang las stainles. Terbayang jika harus jauh-jauh mencari. Sudah mahal, lama, mungkin bocor, dan masih harus coba-coba lagi.
Akhirnya saya menyerah dengan pekerjaan rumahan saya dan langsung lari ke gunsmith yang banyak di daerah Cipacing, Sumedang. Tanya ke satu toko, langsung diantar ke belakang untuk ngobrol-ngobrol dan eksekusi. Bisa ditunggu dan diawasi pula. Dari dulu kek!
Gambar 6A. Gunsmith memulai dengan membersihkan tabung dengan sabun cuci dan mengikat tabung dengan kawat besi sebagai pegangan. Maaf bukan maksudnya tersangka kejahatan. Maksud wajah disamarkan karena saya belum minta ijin untuk ditayangkan.

Gambar 6B. Ternyata wadah cairan bronir bisa pakai plat besi biasa. Tahu begini kerjain saja sendiri. Perhatikan nylon wool dipergunakan untuk menggosok lapisan awal bronir. Masukkan ke dalam cairan bronir selama 5 menit, angkat, masukkan dalam air dingin, gosok dengan nylon wool lalu masukkan kembali selama 30 menit. Bahkan gunsmith merasa tidak perlu untuk menggantung tabungnya saat merendam.

Gambar 6C. Trik khusus dari gunsmith. Setelah 30 menit dibronir, masukkan tabung dalam air mendidih untuk melarutkan garam yang berlebih dan menyebabkan warna karat merah yang tidak dalam tapi mengganggu.

Singkat kata, biar gambar-gambar yang menjelaskan proses hot bluing di gunsmith tadi. Sederhana sekali dan ekonomis. Tapi hasilnya superior. Memang tidak ada yang mengalahkan hasil dari hot bluing. Akhirnya sesampainya di rumah saya compound ulang untuk meratakan permukaan tabung dari kelebihan kristal garam bronir. Dan saya finishing dengan pemberian wax. Kedua proses tadi sudah pernah dibahas di berbagai forum.
Gambar 7. Produk Turtle Wax untuk kepentingan detailing setelah bluing.
Untuk kepentingan yang terakhir saya percayakan pada Turtle Wax yang klaimnya dapat melindungi hingga 12 bulan. Kebetulan saya pakai untuk mobil saya.
Kesimpulannya jelas metode terbaik untuk menghasilkan finishing hitam menurut saya adalah hot bluing. Saya tawar 125 ribu pada gunsmith untuk sekali menyalakan kompor dengan menggunakan larutan garam yang sudah jadi. Tidak ada kata-kata lain yang bisa menjelaskan hasil yang didapat kecuali: seperti baru keluar dari pabrik!

Gambar 8. Hasil akhir setelah dirakit. Pisir depan dan belakang disisihkan untuk pemasangan telescope. Warna solid dan homogen. Jauh lebih kuat daripada cold bluing pula.

Namun cold bluing bukannya tidak bermanfaat. Cold bluing dapat digunakan untuk memperbaiki defek-defek kecil (touch up) atau untuk bronir bagian-bagian kecil seperti trigger guard, grendel, pisir, pin, dll. Itupun jika anda siap mengeluarkan uang 225 ribu untuk membeli Perma Blue dan 35 ribu untuk IPA (di kota saya, Mid-2013). Belum lagi perintil-perintilan lain yang diperlukan. Atau jika tertarik dengan Rust Stopper yang bisa ditebus seharga 68 ribu untuk 250ml-nya? Berguna untuk bagian yang sudah terlanjur berkarat, tapi sulit untuk dibersihkan atau bila anda ragu untuk melucuti senapan kesayangan anda.
Mungkin selanjutnya saya akan mencoba sendiri hot bluing ini di rumah. Saya masih menyisakan beberapa bagian-bagian kecil yang mulai berkarat untuk dibronir ulang.
Apapun pilihan dan kebutuhan anda, semoga pengalaman mahal saya berguna bagi anda.
Terbuka untuk pertanyaan dan masukkan. Maaf untuk koleksi gambar yang terbatas karena kalau sudah kerja suka lupa foto-foto. Maklum saja masih pemula jadi suka panik kalau lihat parts berceceran.














2 komentar :

arya mengatakan...

om nanya dong , itu jasa gunsmith nya dimana yah?? mau ngelapis juga nih... kecil sih dimensinya

arya mengatakan...

kang , nanya dong utk jasa gun smithnya dimana yah?? mau lapis ulang nih... udah mulai karat soalnya